Rabu, 24 April 2013

Hukum Perjanjian



Hukum Perjanjian
Perjanjian Pada Umumnya
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum  antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.   Perjanjian adalah sumber perikatan.

Macam-macam Perjanjian
Berdasarkan waktunya, perjanjian kerja dibagi menjadi:
- Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
- Pekerjaan waktu tidak tertentu (PKWTT)
Sedangan berdasarkan bentuknya, perjanjian kerja dibagi menjadi:
- Tertulis
- Lisan

Asas-asas hukum perjanjian di bagi atas beberapa:
*Asas konsensualitas
Setap perjanjian memikat pada pihak sejak detik kerja filex consensus atau kesepakatan dalam hal ini timbul hak dan kewajiban bagi kedua pihak.
*Asas kebebasan berkontrak
Setiap orang atau badan hukum bebas membuat perjanjian apa saja sepanjang memenuhi syarat-syarat perjanjian serta tidak bertentangan dengan ketertiban umumdan kesusilaan.
*Asas itikad baik
Asas yang berikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak pembuat perjanjian yang beriikad baik.
*Asas Facta Sun Sev Vanda
Setiap janji harus dipenuhi dengan kata lain setiap kewajiban harus dilaksanakan. Pihak yang di rugikan karena lalainya atau kelalaian pihak lain mempunyai hak secara pasti untuk melakukan gugatan atau upaya-upaya hukum untuk memperedah hak-hak tersebut.
*Asas Kepastian Hukum,
Hukum memandang bahwa setiap orang yang terlibat dalam perjanjian terhadap hak dan kewajiban yang sudah pasti. Hal mana yang menimbulkan hak para pihak untuk menuntut atau menggugat hak-hak tersebut.

Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata.
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
1. Kesepakatan
Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau kekhilafan.
2. Kecakapan
Kecakapan di sini berarti para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan oleh hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.
3. Hal tertentu
Maksudnya objek yang diatur kontrak harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi, tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.
4. Sebab yang dibolehkan
Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.

Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
1.       Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
2.       Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
  • Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
  • Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
  • Terkait resolusi atau perintah pengadilan
  • Terlibat hokum
  • Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
 Sumber:
http://riyanikusuma.wordpress.com/2012/03/25/hukum-perjanjian/
http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/03/hukum-perjanjian.html
http://hardyhukumumi10.wordpress.com/2011/10/15/asas-asas-hukum-perjanjian/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar