Rabu, 17 April 2013

Hukum Perikatan



Hukum Perikatan
Pengerian  hukum perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun).
Peraturan Hukum Perikatan
Perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal 1233-1456 KUH Perdata. Buku III KUH Perdata bersifat :
a. Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan dengan
undang- undang.
b. Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak.
c. Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan.
Sifat Hukum Perikatan
Hukum perikatan merupakan hukum pelengkap, konsensuil, dan obligatoir. Bersifat sebagai hukum pelengkap artinya jika para pihak membuat ketentuan masing – masing, setiap pihak dapat mengesampingkan peraturan dalam Undang – undang.
Hukum perikatan bersifat konsensuil artinya ketika kata sepakat telah dicapai oleh masing-masing pihak, perjanjian tersebut bersifat mengikat dan dapat dipenuhi dengan tanggung jawab.
Sementara itu, obligatoir berarti setiap perjanjian yang telah disepakati bersifat wajib dipenuhi dan hak milik akan berpindah setelah dilakukan penyerahan kepada tiap – tiap pihak yang telah bersepakat.
Macam-Macam perikatan
  Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata Perikatan dapat dibedakan atas beberapa macam :
1. Menurut isi daripada prestasinya :
a. Perikatan positif dan negatif
b.
Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan
c.
Perikatan alternatif
d.
Perikatan fakultatif
e.
Perikatan generic dan specifik
f.
Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.
2. Menurut subjeknya :
a. Perikatan tanggung-menanggung
b.
Perikatan pokok dan tambahan
3. Menurut mulai berlakunya dan berakhirnya :
a. Perikatan bersyarat
Ialah perikatan yang lahirnya maupun berakhirnya (batalnya) digantungkan pada suatu peristiwa yang belum dan tidak tentu akan terjadi.
Apa yang telah disebut syarat, telah ditentukan dalam pasal 1253 yaitu ; digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan belum pasti terjadi.
Dan syarat itu ada dua macam yaitu :
1. Syarat yang menangguhkan bermaksud apabila syarat itu dipenuhi maka perikatan menjadi berlaku.contohnya ; A akam menjual rumah kepada B kalau A jadi dipindah atau tidak, tergantung dari jawatannya, jadi belum pasti terjadi. Kalau A jadi dipindah ke Jakarta, maka perikatan berlaku, yaitu A harus menjual rumahnya kepada B.
2. Syarat yang memutus (membatalkan) apabila syarat itu dipenuhi perikatan menjadi putus atau batal. Contohya : A akan menyewakan rumahnya kepada B asal tidak dipakai untuk gudang. Kalau B mempergunakan rumah itu untuk gudang berarti syarat itu telah dipenuhi dan perikatan menjadi putus dan pemuliahan dalam kedaan semula seperti tida pernah terjadi perikatan.


http://fhuy05-fhuy05.blogspot.com/2007/07/macam-macam-perikatan.html
http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/08/hukum-perikatan-di-indonesia/
http://rismaeka.wordpress.com/2012/03/07/hukum-perikatan-dan-perjanjian/
http://p4hrul.wordpress.com/2012/04/19/hukum-perikatan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar