Senin, 15 Desember 2014

PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI DI INDONESIA

Etika Bisnis Lahir di AS pada tahun 1970-an sedangkan tahun 1990-an etika bisnis menjadi fenomena global  tidak terbatas lagi pada dunia Barat.
Di Indonesia, etika bisnis sesuatu yang lama tetapi sekaligus baru. Sebagai sesuatu yang bukan baru, artinya usia etika bisnis sama dengan usia bisnis yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Terdapat beberapa perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Setelah itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.
Di Indonesia, berkembangnya profesi Akuntan sudah berjalan mulai dari masa kolonial Belanda. Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Profesi akuntan publik di Indonesia berkembangnya bersamaan dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi. Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik.

Kesimpulan :
Dalam masyarakat Indonesia Etika bisnis eksis bersamaan dengan hadirnya bisnis, semakin berkembangnya bisnis diharapkan etika bisnis dapat di terapkan dengan baik. Para akuntan diharapkan dapat mematuhi standar yang berlaku sehingga tidak banyak kritikan yang dilontarkan.

Sumber :


CONTOH KASUS FRAUD AUDITING PERUSAHAAN MULTIKULTURAL DI LUAR NEGERI


Phar Mor Inc, termasuk perusahaan terbesar di Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrut pada bulan Agustus 1992.
Sejarah mencatat kasus Phar Mor Inc. sebagai kasus fraud yang me-legenda dikalangan auditor keuangan. Eksekutif di Phar Mor dengan sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan financial yang masuk ke saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan. Phar Mor Inc, termasuk perusahaan retail terbesar di Amerika Serikat. Pada masa kejayaannya, Phar Mor mempunyai 300 outlet besar di hampir seluruh negara bagian dan memperkerjakan 23,000 orang karyawan. Produk yang dijual bervariasi, mulai dari obat-obatan, furniture, electronik, pakaian olah raga hingga videotape. Dalam melakukan fraud, top manajemen Phar Mor membuat 2 laporan ganda. Satu laporan inventory, sedangkan laporan lain adalah laporan bulanan keuangan (monthly financial report). Satu set laporan inventory berisi laporan inventory yang benar (true report), sedangkan satu set laporan lainnya berisi informasi tentang inventory yang di adjustment dan ditujukan untuk auditor use only.
 
 Demikian juga dengan laporan bulanan keuangan, laporan keuangan yang benar - berisi tentang kerugian yang diderita oleh perusahaan, ditujukan hanya untuk jajaran eksekutif. Laporan lainnya adalah laporan yang telah dimanipulasi sehingga seolah-olah perusahaan mendapat keuntungan yang berlimpah. Dalam mempersiapkan laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor sengaja merekrut staf dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Cooper & Lybrand. Staf-staf tersebut yang kemudian dipromosikan menjadi Vice President bidang financial dan kontroler, yang dikemudian hari ternyata terbukti turut terlibat aktif dalam fraud tersebut. Dalam kasus Phar Mor, salah satu syarat agar internal audit bisa berfungsi, yaitu fungsi control environment telah diberangus. Control environment sangat ditentukan oleh attituted dari manajemen. Idealnya, manajemen harus mendukung penuh aktivitas internal audit dan mendeklarasikan dukungan itu kesemua jajaran operasional perusahaan. Top manajemen Phar Mor, tidak menunjukkan attitude yang baik. Manajemen kemudian malah merekrut staf auditor dari KAP Cooper & Librand untuk turut dimainkan dalam fraud. Langkah ini bukan tanpa perencanaan matang. Staf mantan auditor kemudian dipromosikan menduduki jabatan penting, tetapi dengan imbalan harus membuat laporan-laporan keuangan ganda.

Analisis : Dalam kasus ini dapat dilihat terdapat kecurangan yang ingin menguntungkan atau memperkaya diri. Dengan cara membuat laporan ganda. Ini dapat diakibatkan kurang efektifnya control yang dapat membuka peluang terjadinya froud. Maka perlu adanya perbaikan di pihak internal.

Sumber :

http://intannurliahtirta.blogspot.com/2013/12/contoh-kasus-masif-fraud-di-phar-mor-inc_28.html

http://lianlobay.blogspot.com/2014/11/penggandaan-laporan-keuangan-pada-phar.html

https://dimastidano.wordpress.com/dapatkah-internal-audit-menemukan-fraud/

http://unyil-siunyil.blogspot.com/2011_01_01_archive.html

 

 



CONTOH KASUS FRAUD ACCOUNTING PERUSAHAAN MULTIKULTURAL DI LUAR NEGERI


Worldcom yang merupakan perusahaan kebanggaan Amerika mengungkapkan terdapat profit sebesar USD 1,4 juta dan bukan mencatat adanya kerugian pada tahun 2001. Hal ini terjadi karena Worldcom telah menerapkan trik lama yaitu dengan mengkapitalisasikan biaya secara tidak benar. Langkah-langkah yang dilakukan Worldcom dalam menyamarkan biayanya. Yaitu dengan : perusahaan mengeluarkan sejumlah biaya yang didalamnya termasuk biaya gaji dan upah pekerja, Biaya-biaya tersebut tidak dimasukkan dalam income statement seperti yang seharusnya. Dengan begitu net income Worldcom menjadi lebih besar, Biaya-biaya tersebut dimasukkan dalam komponen balance sheet sebagai asset (dikapitalisasi). Perusahaann ini hanya melakukan hal tersebut saat membeli peralatan yang digunakan dalam periode yang lama.  Worldcom kemudian “mendepresiasikan” biayanya yang telah dimasukkan dalam komponen balance sheet, yang berarti mengurangi net income selama periode waktu. Dalam income statement tersebut hanya sebagian kecil biaya yang dimasukkan, sehingga cash flow, profit margin dan net income telah dimanipulasi. Padahal inilah yang menajdi tolak ukur untuk menilai saham perusahaan.Hal ini membuktikan bahwa accounting rules memiliki grey area, yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan yang tidak jujur. Itulah sampai saat ini masih ada pertentangan antara penggunaan rules based ato principal based.

Analisis :
Dilihat dari kasus tersebut adanya kecurangan yaitu manipulasi data untuk memberikan kesan yang baik tentang perusahaan, dan memberikan kesan pada investor untuk tidak khawatir perusahaan akan bangkrut karena mempunyai resiko yang rendah.

Sumber :